
Romantisme Cinta ibunda Ainun dan BJ Habibie Bersemi Sejak Mereka Masih Remaja
“Kami kenal sejak kecil, dia teman bermain kelereng kakak saya. Rumah kami berdekatan ketika di Bandung. Di SLTP letak sekolah kami bersebelahan. Di SLTA malah satu sekolah, hanya Rudy (panggilan Habibie) satu kelas lebih tinggi. Dia selalu menjadi siswa paling kecil dan paling muda di kelas, begitu juga saya,” ujar Ainun menceritakan awal perjumpaannya dengan Habibie.
Diakui banyak pihak, cinta Ainun dan Habibie sudah bersemi sejak mereka masih remaja, namun makin jelas terlihat ketika mereka duduk dibangku SMA yang sama. Ketika itu, Ainun menjadi pujaan di sekolahnya dan incaran banyak siswa laki-laki, termasuk Habibie. Teman-temannya semasa SMA mengakui kalau Habibie memang perhatian pada Ainun, Habibie pernah berkomentar dengan ungkapan, “Wah cakep itu anak, Si item gula Jawa” ujar Habibie kala itu. Ainun remaja memang senang berenang, itulah yang menyebabkan Habibie pernah langsung menegur Ainun “Kamu kok sekarang jadi gendut dan hitam?” tanyanya yang sempat membuat Ainun merasakan perhatian lebih dari Habibie.



Ainun dan Habibie akhirnya berpisah sementara, setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, Bacharuddin Jusuf Habibie masuk Universitas Indonesia di Bandung (sekarang ITB) selama setahun dan memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Jerman. Sementara Ainun, setelah lulus SMA sifat sosial Ainun menuntunnya untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran di Jakarta.
Keduanya sempat berpisah cukup lama, di tahun 1960 genap tujuh tahun mereka tidak bersua satu sama lain. Saat itu Habibie yang sudah sangat rindu dengan Indonesia, mendapat kesempatan untuk kembali setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya di Jerman. Saat Habibie pulang, ia berkesempatan menziarahi makam Ayahnya di Ujung Pandang. Menjelang lebaran, ia pulang ke Bandung dan bertamu ke rumah tetangganya yang lama, keluarga Ainun.
Saat Habibie berkunjung ke Bandung, Ainun secara kebetulan sedang mengambil cuti dari tempatnya bekerja sebagai dokter di RSCM dan pulang ke Bandung. Di sanalah cinta lama bersemi kembali setelah sekian lama mereka tidak bertemu. Habibie berujar, “Kok gula Jawa sekarang sudah menjadi gula pasir?”. Pertemuan mereka berlanjut di Jakarta. Habibie mengikuti Ainun yang kembali ke Jakarta untuk masuk kerja di RSCM. Di Jakarta Habibie tinggal di Jl. Mendut, rumah kakaknya yang tertua, Titi Sri Sulaksmi Habibie.
Berada di kota yang sama membuat keterikatan cinta Ainun dan Habibie semakin kuat. Kesibukan mereka yang sangat padat di siang hari memaksa mereka hanya bisa bertemu di malam hari. Tak jarang Habibie menjemput Ainun di RSCM dengan becak yang sengaja beratap meski tidak hujan. Keromantisan yang kerap mereka jalin makin mengukuhkan keyakinan Habibie untuk memperisteri Hasri Ainun Baseri dan resmi menikahinya di Bandung, 12 Mei 1962 setelah dua bulan sebelumnya melakukan pertunangan.
Surat BJ Habibie pada Istri tercinta, 28 Agustus 2010

ini ndan, surat yang di tulis BJ Habibie :
Ainun 100 Hari Wafat
2408 jam yang lalu Ainun diiringi Do'a telah pindah dengan tenang dan damai dari "Dimensi Alam Dunia" ke "Dimensi Alam Barzah".
Hanya jika kututup kedua mataku, wajah, mata dan senyuman yang selalu memukau dan kurindukan kulihat.
Jikalau mataku kubuka lagi, semuanya serentak hilang lenyap dan meninggalkan kekosongan jiwa, kecewa, sedih dan perih!
Dengan menutup kedua mataku, dapat kuraba, kupegang tanpa menyentuh AInun bahkan mendapat senyuman yang selalu kurindukan!
Jikalau mataku kubuka lagi, semuanya serentak hilang, lenyap dan meninggalkan kekosongan jiwa, kecewa, sedih dan perih!
Dengan menutup kedua mataku, kurayu dengan kata dan nada yang kami miliki dan kenal, tetapi tetap membisu, sunyi sepi!
Dimana Ainun? Bagaimana keadaan Ainun? Bagaimana mendapat kepastian mengenai Ainun yang selalu kurindukan sepanjang masa!
Bacharuddin Jusuf Habibie, 28.08.10. 06:30
2408 jam yang lalu Ainun diiringi Do'a telah pindah dengan tenang dan damai dari "Dimensi Alam Dunia" ke "Dimensi Alam Barzah".
Hanya jika kututup kedua mataku, wajah, mata dan senyuman yang selalu memukau dan kurindukan kulihat.
Jikalau mataku kubuka lagi, semuanya serentak hilang lenyap dan meninggalkan kekosongan jiwa, kecewa, sedih dan perih!
Dengan menutup kedua mataku, dapat kuraba, kupegang tanpa menyentuh AInun bahkan mendapat senyuman yang selalu kurindukan!
Jikalau mataku kubuka lagi, semuanya serentak hilang, lenyap dan meninggalkan kekosongan jiwa, kecewa, sedih dan perih!
Dengan menutup kedua mataku, kurayu dengan kata dan nada yang kami miliki dan kenal, tetapi tetap membisu, sunyi sepi!
Dimana Ainun? Bagaimana keadaan Ainun? Bagaimana mendapat kepastian mengenai Ainun yang selalu kurindukan sepanjang masa!
Bacharuddin Jusuf Habibie, 28.08.10. 06:30
Sumber baca : http://ceriwis.us, ceriwis
Salam ^_^
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Koment anda yang membangun sangat kami harapkan untuk catatan dan tambahan referensi selanjutnya demi kemajuan dan perkembangan pola pikir ini.
Terimakasih sahabat nenk ... salam ^_^