Assalamu'alaikum... Welcome to Nenkhudo Puny4 I hope this blog benefits all...tcayo. linknya => http://nenkudo.blogspot.com (InsyaAllah semoga berkah...amin)Thanks sahabat

April 22, 2011

ILMU YANG BERMANFAAT

 

TANDA-TANDA ILMU YANG BERMANFAAT

 

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Ilmu yang bermanfaat dapat diketahui dengan melihat kepada pemilik ilmu tersebut.
Di antara tanda-tandanya adalah:

1) Orang yang bermanfaat ilmunya tidak peduli terhadap keadaan dan kedudukan dirinya serta hati mereka membenci pujian dari manusia, tidak menganggap dirinya suci, dan tidak sombong terhadap orang lain dengan ilmu yang dimilikinya.

Imam al-Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang faqih hanyalah orang yang zuhud terhadap dunia, sangat mengharapkan kehidupan akhirat, mengetahui agamanya, dan rajin dalam beribadah.” Dalam riwayat lain beliau berkata, “Ia tidak iri terhadap orang yang berada di atasnya, tidak sombong terhadap orang yang berada di bawahnya, dan tidak mengambil imbalan dari ilmu yang telah Allah Ta’ala ajarkan kepadanya.” [1]

2) Pemilik ilmu yang bermanfaat, apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, kehinaan, dan ketundukannya di hadapan Allah Ta’ala.
3)   Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya lari dari dunia. Yang paling besar adalah kedudukan, ketenaran, dan pujian. Menjauhi hal itu dan bersungguh-sungguh dalam menjauhkannya, maka hal itu adalah tanda ilmu yang bermanfaat.
4)   Pemilik ilmu ini tidak mengaku-ngaku memiliki ilmu dan tidak berbangga dengannya terhadap seorang pun. Ia tidak menisbatkan kebodohan kepada seorang pun, kecuali seseorang yang jelas-jelas menyalahi Sunnah dan Ahlus Sunnah. Ia marah kepadanya karena Allah Ta’ala semata, bukan karena pribadinya, tidak pula bermaksud meninggikan kedudukan dirinya sendiri di atas seorang pun. [2]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah membagi ilmu yang bermanfaat ini -yang merupakan tiang dan asas dari hikmah- menjadi tiga bagian. Beliau rahimahullaah berkata, “Ilmu yang terpuji, yang ditunjukkan oleh Al-Kitab dan As-Sunnah adalah ilmu yang diwariskan dari para Nabi, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi, dan mereka tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Siapa yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” [3]

Ilmu Ini Ada Tiga Macam:
[1]. Ilmu tentang Allah, Nama-Nama, dan sifat-sifat-Nya serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Contohnya adalah sebagaimana Allah menurunkan surat al-Ikhlaash, ayat Kursi, dan sebagainya.
[2]. Ilmu mengenai berita dari Allah tentang hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi di masa datang serta yang sedang terjadi. Contohnya adalah Allah menurunkan ayat-ayat tentang kisah, janji, ancaman, sifat Surga, sifat Neraka, dan sebagainya.
[3]. Ilmu mengenai perintah Allah yang berkaitan dengan hati dan perbuatan-perbuatan anggota tubuh, seperti beriman kepada Allah, ilmu pengetahuan tentang hati dan kondisinya, serta perkataan dan perbuatan anggota badan. Dan hal ini masuk di dalamnya ilmu tentang dasar-dasar keimanan dan tentang kaidah-kaidah Islam dan masuk di dalamnya ilmu yang membahas tentang perkataan dan perbuatan-perbuatan yang jelas, seperti ilmu-ilmu fiqih yang membahas tentang hukum amal perbuatan. Dan hal itu merupakan bagian dari ilmu agama. [4]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah juga berkata, “Telah berkata Yahya bin ‘Ammar (wafat th. 422 H), ‘Ilmu itu ada lima:

(1).    Ilmu yang merupakan kehidupan bagi agama, yaitu ilmu tauhid
(2). Ilmu yang merupakan santapan agama, yaitu ilmu tentang mempelajari makna-makna Al-Qur-an dan hadits
(3).   Ilmu yang merupakan obat agama, yaitu ilmu fatwa. Apabila suatu musibah (malapetaka) datang kepada seorang hamba, ia membutuhkan orang yang mampu menyembuhkannya dari musibah itu, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu
(4). Ilmu yang merupakan penyakit agama, yaitu ilmu kalam dan bid’ah, dan
(5). Ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama, yaitu ilmu sihir dan yang sepertinya.’” [5]


[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat – Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]

___________
Foote Notes
[1]. Sunan ad-Darimi (I/89)
[2]. Disarikan dari kitab Fadhlu ‘Ilmi Salaf ‘alal Khalaf (hal. 55-57).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80-Mawaarid), ini lafazh Ahmad, dari Shahabat Abu Darda' radhiyallaahu ‘anhu.
[4]. Majmu’ Fataawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (XI/396,397 dengan sedikit perubahan). Lihat kitab Muqawwimaat ad-Daa’iyah an-Naajih, hal. 18, karya Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahthani.
[5]. Majmuu’ Fataawaa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (X/145-146) dan Siyar A’laamin Nubalaa’ (XVII/482)


Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang tidak berguna, hati yang tidak pernah khusu’(tenang), doa yang yang tidak didengar dan dari nafsu yang tidak pernah puas”

Begitulah bunyi salah satu doa yang diajarkan Rasulullah dalam mencari ilmu. Namun ilmu yang bagaimanakah yang dimaksud Rasulullah tidak berguna itu? Mu’adz bin Jabal, salah seorang sahabat meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Pelajarilah ilmu, sebab mencari ilmu karena Allah adalah kebaikan, menuntutnya adalah ibadah, mempelajarinya tasbih, mengkajinya adalah jihad dan mengajarkannya adalah sedekah. Dengan ilmu seorang hamba sampai pada kedudukan orang-orang baik dan tingkatan paling tinggi. Memikirkannya setara dengan berpuasa dan mengkajinya sama dengan menegakkan shalat. Dengannya Allah ditaati, disembah, di-Esa-kan dan ditakuti. Dengannya pula tali silaturahmi diikatkan. Ilmu adalah pemimpin dan pengamalan adalah pengikutnya. Dengannya Allah mengangkat bangsa-bangsa lalu Dia menjadikan mereka pemimpin, penghulu dan pemberi petunjuk pada kebajikan karena ilmu adalah kehidupan hati dari kebutaan,cahaya dari kezaliman dan kekuatan tubuh dari kelemahan.” Dalam hadits lain Rasulullah bersabda :” Aku bertanya pada Jibril,’Apakah kepemimpinan itu?’ Jibril menjawab, ‘Akal”.

Dari kedua hadis diatas maka dapat disimpulkan bahwa ilmu yang bermanfaat yang dimaksud Rasulullah itu adalah ilmu yang dicari karena mengharap ridho Allah SWT dan yang disebabkannya seseorang menjadi bertambah dekat kepada-Nya. Al-Khalil bin Ahmad berkata, “Manusia itu ada empat: Pertama, yang tahu dan tahu bahwa ia tahu. Ia adalah alim, maka ikutilah. Kedua, yang tahu tetapi tidak tahu bahwa ia tahu. Ia adalah orang yang tertidur, maka bangunkanlah. Ketiga, yang tidak tahu dan tahu bahwa ia tidak tahu. Ia adalah orang yang mencari bimbingan, maka ajarilah. Keempat, yang tidak tahu tetapi tidak tahu bahwa ia tidak tahu. Ia adalah orang bodoh, maka waspadailah.”. Sedangkan Al-Ghazali berkata, “Barangsiapa yang kehilangan ilmu, maka hatinya akan sakit dan mati. Ia tidak menyadarinya karena kesibukan dunia mematikan perasaannya. Jika kesibukan itu menampakkan kematian maka ia merasakan sakit yang pedih dan penyesalan yang tiada akhir.” Ucapannya itu dimaksudkan dalam menafsirkan hadis berikut : “Manusia itu dalam keadaan tidur dan bila ia telah mati terjagalah ia”.

” Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.(QS.Qaaf(50):22).

Dengan ilmu manusia dapat lebih merasakan sekaligus mengagumi kekuasaan dan kebesaran-Nya. Rasulullah bersabda:” Barangsiapa yang bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya, maka ia akan bertambah jauh dari Allah.”
Ilmu yang hanya dimaksudkan untuk memperoleh kekuasaan, harta dan pangkat tidak akan sampai kepada hakekat hidup yang sebenarnya.

IBNU RAJAB AL HAMBALI rahimahullah menjelaskan tentang ilmu yang bermanfaat. Beliau mengatakan, pokok segala ilmu adalah mengenal Allah Subhanahu wa Ta'ala yang akan menumbuhkan rasa takut kepada-Nya, cinta kepada-Nya, dekat terhadap-Nya, tenang dengan-Nya, dan rindu pada-Nya. Kemudian setelah itu berilmu tentang hukum-hukum Allah, apa yang dicintai-Nya dan diridhai-Nya dari perbuatan, perkataan, keadaan atau keyakinan hamba.
Orang yang mewujudkan dua ilmu ini, maka ilmunya adalah ilmu yang bermanfaat. Ia dengan itu, akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, hati yang khusyu', jiwa yang puas dan doa yang mustajab. Sebaliknya yang tidak mewujudkan dua ilmu yang bermanfaat itu, ia akan terjatuh ke dalam empat perkara yang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berlindung darinya. Bahkan ilmunya menjadi bencana buatnya, ia tidak bisa mengambil manfaat darinya karena hatinya tidak khusyu' kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, jiwanya tidak merasa puas dengan dunia, bahkan semakin berambisi terhadapnya. Doanyapun tidak didengar oleh Allah karena ia tidak merealisasikan perintah-Nya serta tidak menjauhi larangan-Nya dan apa yang dibenci-Nya.
Lebih-lebih apabila ilmu tersebut bukan diambil dari Al -Qur-an dan As Sunnah, maka ilmu itu tidak bermanfaat dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Yang terjadi, kejelekannya lebih besar dari manfaatnya.
Ibnu Rajab juga menjelaskan, ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari dengan benar ayat-ayat Al Qur'an dan Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam serta memahami maknanya sesuai dengan yang ditafsirkan para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Lalu mempelajari apa yang datang dari mereka tentang halal dan haram, zuhud dan semacamnya, serta berusaha mempelajari mana yang shahih dan mana yang tidak dari apa yang telah disebutkan.
Kemudian berusaha untuk mengetahui makna-maknanya dan memahaminya. Apa yang telah disebut tadi sudah cukup bagi orang yang berakal dan menyibukkan diri dengan ilmu yang bermanfaat. (Fadl Ilm Salaf Alal Khalaf 41, 45, 46, 52, 53)

Ilmu yang bermanfaat akan nampak pada seseorang dengan tanda-tandanya, yaitu:

1. Beramal dengannya.
2. Benci disanjung, dipuji dan takabbur atas orang lain.
3. Semakin bertawadhu' ketika ilmunya semakin banyak.
4. Menghindar dari cinta kepemimpinan, ketenaran dan dunia.
5. Menghindar untuk mengaku berilmu.
6. Bersu'udzan (buruk sangka) kepada dirinya dan husnudzan (baik sangka) kepada orang lain dalam rangka menghindari celaan kepada orang lain.
(Lihat Fadl Ilm Salaf hal. 56-57 dan Hilyah Thalib Ilm hal. 71)

Sebaliknya ilmu yang tidak bermanfaat juga akan nampak tanda-tandanya pada orang yang menyandangnya yaitu:

1. Tumbuhnya sifat sombong, sangat berambisi dalam dunia dan berlomba-lomba padanya, sombong terhadap ulama, mendebat orang-orang bodoh, dan memalingkan perhatian manusia kepadanya.
2. Mengaku sebagai wali Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau merasa suci diri.
3. Tidak mau menerima yang hak dan tunduk kepada kebenaran, dan sombong kepada orang yang mengucapkan kebenaran jika derajatnya di bawahnya dalam pandangan manusia, serta tetap dalam kebatilan.
4. Menganggap yang lainnya bodoh dan mencatat mereka dalam rangka menaikkan dirinya di atas mereka. Bahkan terkadang menilai ulama terdahulu dengan kebodohan, lalai, atau lupa sehingga hal itu menjadikan ia mencintai kelebihan yang dimilikinya dan berburuk sangka kepada ulama yang terdahulu.
(Lihat Fadl Ilm Salaf: 53, 54, 57, 58)

Wallahu a'lam.


Sumber: Majalah Syari'ah, No. 02/I/Rabi'ul Awwal/1424 H/Mei 2003, hal. 14.
Sumber  : http://vienmuhadi.com/2009/01/22/ilmu-yang-bermanfaat/

Salam ^_^ Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koment anda yang membangun sangat kami harapkan untuk catatan dan tambahan referensi selanjutnya demi kemajuan dan perkembangan pola pikir ini.

Terimakasih sahabat nenk ... salam ^_^

Share

Search Here